PART III
-dilain hari-
Hime pergi ke perpustakaan untuk mencari buku. Perpustakaan itu sangat besar, satu gedung seluruh lantai satu digunakan untuk perpustakaan, rak-rak besar dan tinggi berderet rapi, petugasnya pun ada tersendiri, menjaga tiga stand, dua di tiap ujung dan satu di tengah. Untuk siswa-siswi yang mau membaca buku dapat duduk di kursi-kursi yang ada di deretan belakang rak, kursinya sofa berwarna merah, tiap meja terdapat dua sofa berhadapan yang masing-masing muat untuk dua orang.
Aki berjalan santai melewati deretan rak buku, selintas dia melihat bayangan seseorang yang berkuncir satu, dia mundur untuk melihat kembali, disana ada Hime yang sedang mencari-cari buku.
“kau.. sedang apa disini?” tanya Aki, Hime pun
“Aki?”
“eh? dia memanggilku Aki?” kata Aki dalam hati, Hime mendekat “kau sedang mencari buku?”.
“iya, kau sendiri?”.
“aku mau menemui Yuki”.
“eh? Sa.. Sakamoto senpai ada disini?” tanya Hime dengan terbata.
“iya” Aki melihat wajah gugup Hime “kau mau menemuinya?”.
“eh!?! e.. engga”.
“eh? sudah ikut saja” Aki menarik tangan Hime tanpa perduli jawabannya lagi.
“eh?! hei..” Hime melihat tangan Aki menggandenganya “dia ini.. katanya ngga suka disentuh orang, tapi..”.
“sana” Aki mendorong pundak Hime, di depan Hime ada Yuki yang sedang membaca buku sambil duduk di sofa, Hime sudah tidak bisa menghindar, hampir-hampir dia membeku karena kaget, Aki malah dengan santainya duduk di samping Yuki dan tersenyum memandang Hime.
“Tsukino?”.
“eh.. i.. iya” jawab Hime dengan sekuat tenaganya karena tenaganya serasa habis dipakai untuk menahan kaki yang seakan melemas begitu dihadapkan pada Yuki.
“duduklah” kata Yuki sambil menunjuk kursi di depannya.
Dengan setengah ragu akhirnya Hime duduk di sofa, dia sengaja memilih duduk di depan Aki karena malu harus berhadapan muka dengan Yuki, Hime menatap kesal pada Aki membuat mata bulatnya kelihatan semakin besar, tapi Aki dengan santainya menatap balik pada Hime.
-beberapa lama kemudian-
“haah” Hime menarik nafas panjang sambil berjalan di halaman depan “kenapa kau melakukan itu?” Hime merengut karena kesal.
“kenapa?”.
“iya.. tiba-tiba saja membawaku ke situasi seperti itu gimana aku menghadapinya”.
“kenapa memangnya? Apa kau malu karena kau menyukainya?”
“hee??” langkah Hime tiba-tiba berhenti “e... itu.. itu..”.
“harusnya kau berterimakasih padaku kan karena bisa dekat dengan Yuki”
“e... terimakasih? memangnya aku minta padamu?” kata Hime dalam hati masih diam melihat Aki yang berjalan dengan santai
“kau mau kubantu untuk bisa dekat dengan Yuki?” Aki menoleh, Hime terkejut mendengarnya “meskipun Yuki ngga mungkin menyukaimu sih” kata Aki melanjutkan kata-katanya.
“e.. *~* dia ini ngomong apa sih, tiba-tiba bicara begitu, bikin kesal orang saja, memangnya siapa yang suka Sakamoto senpai aku kan hanya mengagumi sosoknya yang dewasa saja..”.
“kalau kau mau akan kubantu agar kau bisa dekat dengan Yuki?”.
“ngga usah” ucap Hime malas, dia berjalan mendahului Aki.
“eh? kenapa? kalau kau suka Yuki pastinya kau ingin dekat dengan Yuki kan”.
“kau bilang sendiri kan Sakamoto senpai ngga mungkin menyukaiku”.
“makanya kubilang agar kau bisa dekat dengan Yuki bukan agar dia menyukaimu”.
“e... apa maksudmu Sakamoto senpai sudah punya pacar?” Hime berhenti dan menoleh pada Aki.
“tentu saja” kata Aki enteng, membuat Hime semakin kesal dan ingin sekali menarik rambutnya yang berantakan itu.
“lalu apa maksudmu dengan membuatku dekat sama Sakamoto senpai? lagipula... Sakamoto senpai kan dewan sekolah, mana bisa sembarangan dekat dengan orang” Hime kembali berjalan.
“aku juga anggota dewan, tapi aku ngga keberatan kau dekat denganku, aku juga ngga keberatan kau panggil aku dengan Aki saja”.
“eh?! a.. haa.. ha. ha” Hime tertawa bodoh “maaf..” lalu tiba-tiba membungkuk “maaf, sudah sembarangan menyebut namamu”.
“sudah kubilang ngga apa-apa” kata Aki sambil berdiri menghadap Hime.
“ah.. ngga, aku panggil Toyama senpai saja” Hime mengibas-ibaskan tangannya.
“aku ngga pernah dipanggil begitu”.
“eh?”.
“Yuki juga, kami ngga pernah dipanggil senpai”.
“e.. tapi kalian kan kakak kelas”.
“he... kau benar-benar ngga tahu ya, kau itu.. benar-benar lucu”.
“eeh?”.
“aku benar-benar kesal bicara dengan orang ini” geram Hime “aku mau pulang” Hime berjalan menuju gerbang.
“hei tunggu” Aki menyusulnya dan berjalan di samping Hime “kau belum memberikan ucapan terimakasih kan, tadi kan aku sudah membantumu dekat dengan Yuki”.
“heeh... terimakasih” masih dengan nada malas Hime berucap tanpa menoleh.
“bukan dengan itu, tapi traktir aku”.
“hee? apa sih sebenarnya maunya, dia itu kan orang kaya, kenapa minta traktir, lagipula siapa yang minta bantuannya, aku benar-benar ngga suka orang ini..” Hime menatapnya penuh tanda tanya.
“bagaimana kalau ke restoran seafood atau restoran prancis, ah ha.ha. bercanda” Aki tertawa.
“eh? dia.. tersenyum? bukankah katanya dia orang yang dingin? tapi... kalau tersenyum.. wajahnya enak dilihat, kelihatan manis, lebih tampan daripada saat dia diam saja” kata Hime sambil memperhatikan wajah Aki.
“gimana kalau kau bawa aku ke tempat kau biasanya makan” Aki menoleh, Hime langsung memalingkan wajah, dia merasa pipinya memanas, dia berharap Aki tidak tahu dari tadi dia menatap Aki.
“e... ya sudah, kalau kau mau, aku akan membawamu makan di suatu tempat” mereka berjalan keluar sekolah.
“eh? Aki no Oujisama? anak itu... berani sekali dia..” ada sekelompok siswi melihat dari jauh saat Hime dan Aki berjalan di trotoar.
Hime dan Aki tiba di sebuah stand yang ada di pinggir jalan, disana tertulis Creepes. Creepes salah satu jenis makanan italy yang terbuat dari roti tipis dan dilipat dengan isi selada, tomat, daging, saus dan mayones. Stand itu bagian dari toko Creepes yang ada di belakangnya.
“selamat sore” penjaganya memberi salam
“Ami ^ ^” ucap Hime sambil tersenyum pada temannya itu yang memang bekerja paruh waktu menjaga stand Creepes disana.
Tanpa menghiraukan salam Hime, Ami diam terpaku melihat seseorang yang datang dengan Hime. Takashi yang juga bekerja bersama Ami datang membawa Creepes yang baru dimasak dari dalam toko.
“Ou... Ouji.. sama?!” seru Takashi.
“mm...tolong beri kami dua creepes ya” kata Hime dengan wajah kaku, melihat reaksi dua temanya yang sangat aneh, mereka seperti patung memandang Aki, sedangkan sang idola sama sekali tidak perduli dan dengan santainya melihat-lihat jalanan.
“Creepes? Apa anda mau Creepes?” Ami menyodorkan Creepes masih dengan wajah shock sehingga gerakannya persis robot.
“ini tempat makanku” kata Hime sambil makan, Aki pun memakannya, dia tidak berkomentar hanya makan sambil melihat pemandangan sekeliling, toko-toko yang berjajar.
“honey.. ternyata honey menghianatiku..” seseorang di belakang mereka. Hime dan Aki menoleh, mereka melihat wajah Haruki yang hampir menangis.
“eh.. Nishitama senpai?” ucap Hime agak kaget.
“aku mengikuti kalian berdua.. kalian diam-diam...”, beberapa detik kemudian “terimakasih honey ^_^ creepes ini enak loh” Haruki makan dengan senangnya, padahal tadi sudah cemberut tidak karuan.
“kenapa kau ada disini, Haru? bukannya kau harus ke kantor?” kata Aki pada Haruki yang sudah berganti pakaian dengan jas kantor. Dia terlihat seperti bos, sama sekali tidak terlihat seperti murid SMU
“itu karena aku mengikuti kalian, aku ngga akan membiarkan Aki mengambil honey diam-diam” Haruki masih makan dengan tenangnya sedangkan kedua teman Hime seperti sudah memfosil karena kedua idola mereka berdiri di depan mereka sambil makan dagangan mereka.
“dia hanya mentraktirku” kata Aki bete pada Haruki.
“kau yang minta ditraktir” kata Hime dalam hati sambil memandang Aki.
“benar? Aki ngga berbuat macam-macam pada honey..?”.
“kan sudah kubilang..” alis Aki berkerut karena kesal.
“honey jangan takut, aku akan selalu melindungi honey, ngga akan kubiarkan Aki mengambil honey dariku” Haruki memeluk Hime tanpa memperdulikan keadaan.
“tunggu, kenapa selalu begini, lepaskan aku, ini kan di jalan” Hime melepaskan diri.
“honey kok ngga suka kupeluk sih”.
“tentu saja” Hime cemberut.
“tuan muda anda harus segera ke kantor” kata seseorang berpakaian hitam yang dari tadi ada di belakang Haruki.
“aah kenapa disaat-saat seperti ini, aku kan harus melindungi honey dari Aki”.
“dia ngga butuh kamu, pergi sana” Aki mendorong Haruki masuk ke mobil.
“apa maksudnya dengan kantor?” tanya Hime heran.
“dia kan direktur muda Nishitama group” kata Aki sambil meneruskan makannya.
“heh?! di usia.. semuda itu.. dia kan masih sekolah” kata Hime dalam hati sambil memandang ke arah menghilangnya mobil Haruki.
-esoknya disekolah-
Hime bersama Takashi dan Ami berjalan dihalaman menuju gedung utama
“soal yang kemarin itu.. ngga ada orang yang tahu kalau kau dan Aki no Oujisama pergi bersama kan?” kata Ami dengan berbisik.
“eh, memangnya kenapa?”.
“bodoh, kau bisa jadi incaran para pengagum Shiki no Oujisama” kata Takashi yang ikut-ikutan berbisik.
“tapi itu cuma jalan-jalan biasa kan”.
“mereka kan ngga tahu apa yang sebenarnya terjadi hanya dengan melihatnya” mereka sampai di depan tangga.
“selamat pagi” ada lima orang siswi senior menyapa mereka, dandanan mereka dewasa dan kayak nona-nona kaya.
“selamat pagi.. senpai”.
“kami ada urusan dengan gadis ini boleh minta waktunya kan” salah seorang dari mereka memegang pundak Hime “mari” mereka membawa Hime.
“eh.. ada apa ya? aku jadi cemas” cowok yang agak lugu ini berkata sambil bergaya serius.
“Taka jangan bicara yang ngga-ngga dong” Ami jadi ikut cemas, baru saja dibicarakan tentang penggemar Shiki no Oujisama mereka sudah muncul dan membawa Hime.
Sudah melewati dua jam pelajaran “Hime belum juga masuk kelas, apa yang terjadi padanya” kata Ami cemas sambil menoleh ke bangku Hime yang kosong.
-di toilet dekat gedung basket-
“orang sepertimu.. bagaimana mungkin bisa bersama Aki no Oujisama..” senior itu memepet Hime ke tembok.
“tunggu.. senpai.. kalian salah paham.. aku dan Aki ngga ada apa-apa” Hime memberontak.
“apa? kau sebut Aki no Oujisama dengan apa? berani sekali kau... memangnya kau ini siapa? ikat dia” senior-senior itu mengikat Hime dan mendudukannya dalam toilet.
“orang sepertimu ngga pantas menyebut Aki no Oujisama seperti itu, panggil dia dengan Aki no Oujisama..” senior yang terlihat seperti kepala genk itu mengambil sebuah ember.
“mau apa kalian.. lagian kenapa aku harus memanggilnya pangeran.. dia kan bukan anak raja dan dia kan hanya kakak kelas”.
“apa kau bilang?” Byuuur!!
Begitu bel istirahat berbunyi Ami dan Takashi langsung keluar berpencar mencari Hime. Takashi mencari di gedung utama.
“Hime..!!” Ami mencari di gedung perpustakaan dan olahraga “heeh.. kemana dia, apa yang dilakukan senior-senior itu” Ami terus berkeliling.
“Hime..!! aku harus mencari senior-senior itu dulu” Takashi mencari cari di lorong kelas dua, Aki dan Natsuki sedang berjalan menuju tangga.
“kau teman gadis bermata bulat itu kan, sedang apa disini?”
“gadis bermata bulat? Ah... iya, Hime, aku sedang mencari Hime”
“memangnya dia ada disini? Ini kan lantai kelas dua” masih tetap Aki yang bicara, sedangkan Natsuki hanya diam mendengarkan.
“tadi pagi ada senior-senior yang membawa dia pergi, tapi sampai sekarang dia belum juga kembali, kami khawatir kalau itu ada hubungannya dengan... Aki no Oujisama yang kemarin....” ucap Takashi hati-hati.
“eh” wajah Natsuki berubah serius.
Tep! Tangan Natsuki menepuk pundak Aki “hm” Natsuki memberi kode untuk pergi, mereka mencari Hime di lorong kelas tiga.
“siapa senior yang sudah membawanya” tanya Aki sambil jalan.
“aku ngga tahu tapi kalau melihatnya aku pasti ingat”.
“Aki, Natsu” ucap Yuki.
“kalian sedang mencari sesuatu?” tanya Haruki.
“Tsukino Hime.. kami sedang mencari dia” kata Aki.
“eh honey..?”.
Trrr! Ponsel Takashi bergetar “Ami chan, gimana?”.
“Hime.. aku sudah menemukannya, cepat kemari” suara Ami panik.
No comments:
Post a Comment