Wednesday, February 2, 2011

Shiki_Chapter # 7

PART VII

-hari pertandingan berikutnya-

“hee??? mana peserta lainnya” Hime, Haruki, Ami, Takashi dan Hio cuma berenam dengan wasit guru olahraga saja di lapangan.

“kalau begitu kalian menang, tanpa perlu ke babak final” kata wasit.

“haaa??” semua bengong

“heeh.. itu pasti karena hari ini pertandingan basketnya...” kata-kata Haruki menggantung.

Sementara itu di gedung olahraga basket Yuki bertanding melawan kelas 2-A kelas Aki dan Natsuki “kyaaa!!!” teriakan histeris para penonton, ada yang masih memakai pakaian olahraga yang harusnya ikut lomba lari berpasangan.

“ternyata....” Hime berdiri di pintu “memang karena ini”.

“bagus kan, dengan begitu kita bisa menang dengan mudah dan bisa nonton pertandingan Shiki no Oujisama juga” kata Takashi, lalu dia langsung menerobos kerumunan penonton.

“hei kita kan harus ganti baju” Hime mengejar Takashi tapi begitu melihat Aki bermain di lapangan, dia jadi tertegun.

“Natsu!” Aki mengoper pada Natsuki, lalu bola dilempar. Sruukk! Masuk ke ring “bagus!” Aki tertawa sambil berpelukan dengan Natsuki yang saat itu rambut panjangnya diikat keatas, masih tampak manis.

“baru kali ini aku lihat Aki no Oujisama tertawa begitu lepas” , “iya ya, coba tiap hari tersenyum begitu pasti lebih menyenangkan, kita jadi bisa dekat” , “sayangnya.. kita ngga bisa dekat-dekat Aki no Oujisama” kata siswi-siswi, Hime mendengarkan disampingnya “ssst.. itu lihat, dia kan yang waktu itu ditolong Aki no Oujisama dan dekat dengan Haru no Oujisama juga” , “kok bisa ya” mereka melirik pada Hime. Hime merasa risih, tapi diam saja sambil mengalihkan pandangan pada Ami.

Tanpa disadari pertandingan sudah selesai.

“pertandingan yang hebat” , “hei terus lomba larinya gimana tadi, kita semua kan kesini” , “sudahlah yang penting bisa nonton pertandingan Shiki no Oujisama, ayo ganti pakaian” orang-orang bubar.

“Hime ayo pulang” kata Ami

“eh? sudah selesai? siapa yang menang?” Hime menoleh kanan kiri kayak orang linglung, Aki sudah tidak tampak dilapangan.

Hime berjalan ke tengah, lalu mengambil bola yang ada di keranjang, Hime bersiap menembak Dung! Dung! Dung! Dung! Bola menabrak tiang dan menggelinding kemana-mana, Hime berlari mengejarnya.

“he..?” Aki tersenyum melihatnya.

Hime kembali berdiri di kotak pinalti.

“sini ku ajari” Aki datang mendekat “tanganmu harus memegang dengan kuat, arahkan ke ring”

“eh?” tangan Hime dipegang dari belakang “e... punggungku merasakan tubuh Aki yang hangat, dan genggaman tangannya yang besar...” Hime melihat tangannya yang dipegang Aki. Deg! Deg! “ada sesuatu mengalir di dadaku, membuat jantungku berdebar-debar”.

“lalu tembak dengan sedikit memutar bola ke depan, ayo coba” perintah Aki membuat Hime tersadar dari lamunannya. Hime lalu melempar bola dan bolanya masuk ke dalam ring.

“wah...” Hime tersenyum “kau memang hebat”.

“hm.. apa.. kau tadi melihat pertandinganku?”.

“iya, sepertinya kau begitu menikmatinya ya, tadi juga bisa tertawa lepas di depan para penggemarmu, mereka semua memujimu, katanya kau ngga pernah tertawa di depan mereka”.

“kenapa aku harus tertawa sama mereka”.

“tapi aku sering melihatmu tersenyum”.

“eh?! e.. kau kan bukan penggemarku”.

Hari pertandingan final, di lapangan basket. Dung! Dung! Aki mendrible bola, mengoper pada Natsuki tapi lawan memotong dan bola terpental ke arah luar lapangan, Aki mengejar “Natsu!” Aki menangkap dan melemparnya. Bukk!! Dia sendiri terjatuh dengan menahan sikunya.

“eh” Hime melihatnya.

Seperti biasa, kelas Aki menang, Aki dan Natsuki langsung pergi jadi mereka semua bubar. Hime berdiri bersandar dinding samping pintu loker tempat ganti seragam, Natsuki keluar.

“Endou senpai” Hime berdiri.

Natsuki tersenyum saja.

“e... apa Aki sudah keluar?” tanya Hime, dan Natsuki hanya menggeleng sambil tersenyum.

“( sepertinya dia benar-benar ngga suka ngomong ya ) e.. kalau begitu, bisa tolong berikan ini pada Aki?” Hime menyerahkan plester.

“he ^ ^” lagi-lagi Natsuki cuma senyum, tapi kali ini dia bergerak dan menggandeng Hime masuk ke loker.

“eh?! tunggu Endou senpai.. tapi.. ini kan loker cowok” akhirnya Hime masuk, Aki belum ganti seragam, masih mengenakan handuk di lehernya, ruangan sudah sepi.

“eh?” Aki memandang heran melihat Natsuki membawa Hime, Natsuki mendorong pundak Hime lalu pergi tanpa mengeluarkan kata-kata sedikitpun.

“e...” mereka tinggal berdua “ini...” Hime memberikan plester itu.

“eh? untuk apa?” Aki hanya melihatnya.

“lenganmu terluka kan, masa ngga ngerasa sakit? kau sendiri yang bilang ngga ada orang yang ngga memahami kondisi bandannya sendiri”.

“....” Aki hanya diam memandang Hime.

“e.. kau ini kenapa sih”.

“pakaikan” ucap Aki “aku ngga bisa memakainya sendiri”.

“eeeh? kan cuma plester” tanpa memperdulikan kata-kata Hime Aki mengulurkan tangannya. Akhirnya Hime memakaikan plester itu.

“tentu saja aku memahami kondisi badanku sendiri, aku tahu aku tadi jatuh, tapi luka seperti ini sih ngga terasa, aku ini kan laki-laki” kata Aki lalu keluar sambil menenteng tas olahraganya.

“e... lalu kenapa kau minta aku memakaikan plester itu, bilang saja kalau itu ngga sakit kan, dasar...” Hime menoleh tapi sudah sepi “heeh..” dia keluar dengan lesu.

-di koridor depan kelas-

“kita akan libur panjang liburan musim panas, selain mengerjakan pe-er apa yang akan kita lakukan?” tanya Hime.

“aku akan kerja paruh waktu di penginapan tempat ayah kerja” kata Ami.

“oh ya, ayah Ami-chan kan manager ya” kata Takashi.

“cuma penginapan kok, bukan hotel, jadi ngga bisa disebut manager”.

“lalu kerjaan macam apa yang mau Ami lakukan?”.

“penginapan itu punya kedai, karena musim panas jadi pengunjungnya ramai, jadi butuh tenaga bantuan”.

“wah, boleh ngga kalau aku ikut, lagipula liburan kali ini aku ngga melakukan apa-apa” kata Takashi.

“Hime juga mau ikut?”.

“eh? ha.. tentu saja ^ ^”.

Libur dimulai, liburan musim panas berlangsung dari akhir bulan Juli hingga awal bulan September, suhu udara pada puncak musim panas ini dapat mencapai 38 derajat celcius sehingga tidak memungkinkan bagi para murid untuk belajar disaat-saat sepanas itu, oleh pemerintah pihak sekolah mewajibkan sekolah untuk libur musim panas, tapi tidak berarti libur tanpa melakukan apa-apa, bagi kelas tiga yang akan menghadapi ujian negara biasanya saat libur musim panas dilewatkan dengan mengikuti bimbingan belajar, sedangkan siswa kelas dua dan satu yang tidak memiliki tanggungan ujian akan dibekali setumpuk peer yang harus diselesaikan saat masuk sekolah, dan ujian semester pun menunggu mereka saat musim gugur nanti.

-diruang baca kediaman Sakamoto-

“kenapa tiba-tiba begini..” T-T Haruki duduk

“setiap tahun kan memang ada libur musim panas” kata Aki yang tiduran disofa dengan kaki naik kepunggung kursi *sopan banget sih*.

“tapi aku ngga tahu kalau liburnya dimulai hari ini, aku kan belum siap berpisah dengan honey...”.

“kau kan sibuk dengan urusan kantor” kata Yuki sambil sibuk dengan kerjaannya.

“libur begini... apa saja yang akan dia lakukan... dan sekarang.. apa yang dia lakukan” Aki bermain-main pena sambil melamun.


Di pantai Nagahama Kaigan, daerah Nagahama Kouzushimamura, yang masih termasuk kawasan Tokyo, ada penginapan yang berlantai kayu, dengan kamar berlantai tatami dan nuansa serba coklat.

Hime dan yang lainnya datang, tapi penginapan itu sepi.

“penginapan sekarang ini tidak ramai meskipun libur musim panas sudah dimulai” kata ayah Ami, Kawashima Hiroshi.

“kenapa paman?” tanya Hime.

“sejak hotel itu dibangun enam bulan yang lalu” paman Hiroshi memandang ke samping penginapan.

Ada sebuah hotel megah berdiri di samping penginapan, di depan penginapan ada jalan dan diseberangnya langsung pantai.

“wah.. besar banget, hotel internasional ya” ucap Takashi.

“Summer Sun ( *Taiyou no Natsu-jepang red* )” Hime membaca nama hotel itu “apa hotel itu hanya buka saat musim panas?” tanya Hime.

“eh?”.

“karena namanya Natsu”.

“tentu saja bukan, hotel ya buka kapan saja kan” kata Takashi.

“tapi kenapa namanya cuma memakai Natsu, harusnya pilih nama lain yang ngga memihak satu musim kan”.

“ngga usah perdulikan hotel itu, sekarang ayo kita ke kedai di pantai sana” kata Ami, kedai itu letaknya di dekat pantai tapi masih milik penginapan yang sama.

“selamat datang” Hime memakai celemek dan menyambut tamu di depan kedai.

“anda mau pesan apa?” Ami melayani.

“tolong cuci ini ya” Takashi di dapur “kenapa aku disini, jadi ngga bisa melihat pantai kan.. lalu.. gadis-gadis berbikini...”.

-malamnya-

“haah.. lelahnya” setelah kedai tutup mereka beres-beres meja dan mengepel lantai kayu sambil santai.

“libur begini jadi ngga bisa ketemu Shiki no Oujisama” kata Takashi sambil tidur di lantai, Hime mengelap sambil pikirannya mengambang mendengar ucapan Takashi.

“waktu itu benar-benar kaget, tiba-tiba Haru no oujisama menganggap Hime sebagai adiknya”.

“aku sendiri masih ngga ngerti kenapa Nishitama senpai menganggapku begitu, dari awal juga, apa dia pernah punya adik?”.

“ngga kok, diantara Shiki no Oujisama yang punya saudara cuma Aki no Oujisama, yaitu Toyama Shizuka, salah satu dari dewi legendaris SMU Shiki, Shiki no Megami”.

“eeh? Dewi legendaris? apa lagi itu?”.

“aku juga baru dapat informasi ini, dua tahun yang lalu ada dua orang senior yang disebut sebagai Shiki no Megami, yaitu Toyama Shizuka, Shizuka na Megami dewi yang lembut dan satunya Hanamiya Kirei, Kirei na Megami dewi yang cantik” jelas Takashi.

“eh? Hanamiya Kirei?”.

“kau pernah dengar nama itu?” tanya Ami.

“e.. soal itu.. Hanamiya-san itu... seperti apa?”.

“menurut info yang kudapat, dia itu memang cantik seperti namanya, orangnya anggun, pintar, dan baik hati, dia adalah pianist muda yang sangat berbakat dan diusianya yang baru 18 tahun dia sudah diterima di salah satu universitas seni ternama dan satu-satunya di Spanyol, yaitu Universitat Pompeu Fabre”.

“waah..” kagum Hime dan Ami.

“dia sangat menyukai musik dan pandai memainkan berbagai macam alat musik, seperti piano, biola, cello dan saxophone.. tapi selama dua tahun ini dia belum pernah kembali ke Jepang”.

“eh?”.

“kabarnya juga ngga ada yang tahu, bahkan Shiki no Oujisama yang sangat dekat dengan Kirei na Megami juga ngga tahu, tapi katanya Shizuka na Megami pasti tahu, karena mereka bersahabat dekat”.

“wah.. jadi perempuan seperti itu yang disukai Sakamoto senpai... hebat, pasti sangat cantik” pikir Hime.

-setelah dua minggu lebih-

Malam-malam Hime, Ami dan Takashi ditepi pantai usai bersih-bersih kedai.

“rasanya ada yang aneh ya kalau sepi begini” kata Ami “jadi teringat Haru no Oujisama yang selalu ramai jika ada Hime”.

“aku pengen ketemu Shiki no Oujisama” ucap Takashi sambil tiduran di pasir.

“heeh.. Aki” Hime memandang langit.


Matahari terik tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk menghabiskan waktu di pantai. Saat ini pantai semakin ramai.

“akhirnya bisa kerja di depan” ucap Takashi riang.

“selamat datang ^ ^” Hime menyambut tamu seperti biasanya.

“tampannya..” , “waa... apa itu artis?” terdengar ribut-ribut, semua menoleh dan segera mengerubung “ada apa disana?” , “ada artis?” , “ayo lihat” pelanggan pergi.

“hee?? menyebalkan, setelah penginapan, sekarang kedai.. apa hotel itu mengundang artis untuk pamer?” Ami kesal.

“mungkin itu cuma artis yang sedang berlibur” kata Hime.

“ayo kita pastikan” Hime ditarik.

“hah!” mereka menerobos diantara desakan.

“eh” Ami berhenti.

“ada apa?” tanya Hime.

“itu” Ami menunjuk

Jreng! “Shiki no Oujisama” ucap Ami.

“e... a... Aki..?” Aki menoleh dan tidak sengaja berpandangan dengan Hime.

No comments:

Post a Comment